Semi mahasiswa: sudah wisuda tapi masih ada ujian

Beberapa hari ini cukup banyak teman yang bertanya sekarang Uma kerja di  mana, tinggal di mana, mau kerja di mana, ikut cpns engga, dan pertanyaan sejenis lainnya. Saya maklum, ini mungkin efek wisuda bulan lalu yang sempat saya publikasikan. Tidak seperti wisuda S1 yang terkesan disembunyikan, wisuda profesi Ners kali ini sempat saya upload fotonya di story whatsapp. Dan biasanya, salah satu aktivitas hits setelah wisuda adalah berburu pekerjaan. Jadi wajar saja kalau banyak muncul kekepoan seperti di atas.

Tapi tulisan ini bukan ingin memperdebatkan kesensitivan pertanyaan kerja di mana, kapan nikah, ataupun kapan lulus. Saya  hanya ingin bercerita tentang prosedur mengakhiri status sebagai calon perawat, haha.

Jadi begini teman, tidak seperti mahasiswa umumnya, kami setelah wisuda diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa kami memang kompeten dan berhak diberi tanggung jawab merawat pasien. Ajang pembuktiannya adalah Ujian Kompetensi Ners Indonesia (UKNI). Jika lulus, kami akan mendapatkan Surat Tanda Registrasi atau STR yang merupakan syarat wajib bekerja sebagai perawat. Teman sejawat di kedokteran pun sama, mereka juga ada ujian kompetensi, namanya UKDI. Nah, insya Alloh saya ikut UKNI akhir Oktober ini. Sambil menunggu waktunya tiba, ada pembekalan persiapan UKNI di kampus. Jadi kami mengupas soal dan review materi yang sudah didapat selama kuliah bersama dosen. Saya menyebut masa-masa seperti ini adalah status semi mahasiswa.

Lanjut, selain STR ada lagi syarat minimal bisa praktik menjadi perawat, yaitu mempunyai sertifikat BTCLS atau Basic Trauma and Cardiac Life Support. Sertifikat itu  didapat setelah kita mengikuti pelatihan bantuan hidup dasar pada kasus jantung dan trauma selama lima hari. Buat teman-teman yang  tertarik emergency nursing, insya Alloh ini akan jadi kegiatan yang menyenangkan. Sebenarnya sih BTCLS terserah mau kapan dan di mana ikut pelatihannya, bisa sebelum maupun setelah UKNI. Tetapi kemarin saya ikut BTCLS yang diadakan kampus. Pelatihannya sekitar sebulan sebelum UKNI. Katanya sekalian pemanasan otak sebelum UKNI, karena dikhawatirkan otak kami sedikit beku setelah libur panjang selama sebulan, haha.

Oke, itu sedikit gambaran tentang apa yang harus dikerjakan pasca kelulusan bagi para calon perawat. I think it’s quite fun. Alhamdulillaah.., ga nyangka aja bisa dapat kesempatan belajar sampai sejauh ini. Then, what do you think?

Sudah lama sekali tidak berkunjung ke blog pribadi. Malam ini saya memutuskan untuk menulis apapun. So, bismillaah..semoga yang ditulis nanti bermanfaat (minimal buat saya 😄)

Alhamdulillaah enam tahun belajar sebagai mahasiswa keperawatan sudah hampir berakhir. Betapa banyak keluh kesah yang sudah dilontarkan selama itu. Bahkan perasaan putus asa pun pernah beberapa kali menghampiri. Menyesal? Insya Alloh tidak.

Saya sempat menyalahkan diri sendiri karena merasa terlalu mudah mengeluh dan putus asa. Tetapi justru di situlah salah satu poin yang saya pilih sebagai indikator capaian pembelajaran selama kuliah.

Pernah pas lagi berasa di titik nadir, rasanya sudah ga tahu lagi mesti ngapain lagi supaya bisa “kembali jadi anak baik”, saya akhirnya ambil Al Quran. Qodarulloh waktu itu lagi sering nonton tausiyahnya Ustadz Salim A. Fillah di channel youtube pro u media dan tiba-tiba penasaran sama ayat yang sering dibaca beliau*. Saya cari lagi videonya, saya putar ulang di bagian ayatnya, kemudian saya cari di Al Quran. Pas ketemu, saya baca plus terjemahnya berulang sekitar 15 kali kalau ga salah. Masya Alloh, ternyata memang benar kalau AlQuran itu Asy Syifa (penawar). Baru baca aja, belum diamalkan, sudah terasa bedanya. Sejak itu sampai sekarang (masih) berusaha buat mengamalkan isi ayat tersebut. Belum seberapa ikhtiarnya, masih jauuuh banget dari apa yg disebutkan di Al Quran, tapi efeknya (menurutku) udah terasa banget. Beneran deh, i feel true bahwa jika kita berjalan ke Alloh sejengkal, Alloh akan balas mendekat ke kita sedepa.

Adakalanya penyesalan dosa membuat diri terlalu menyalahkan hingga jatuh depresi. Maka penting untuk belajar memaafkan diri sendiri. Biarkan titik nadir menjadi alasan kita menemukan Alloh kembali.

*QS. Al Ma’arij ayat 19-27

Menjadi Sholehah itu Cukup Bermodal Bismillaah

“Biar jadi anak sholehah caranya gimana, Bi?” tanyaku tiba-tiba di ruang tengah beberapa saat setelah Abi sampai rumah.

Jam dinding sudah menunjukkan waktu hampir tengah malam. Beliau sudah dalam posisi berbaring di karpet hampir tertidur, mungkin kelelahan. Tetapi aku yang memang biasa memanfaatkan kesempatan seperti ini untuk mengobrol bertukar pikiran dengan beliau, iseng bertanya. Agak usil sih, soalnya kalau sudah begitu biasanya Abi jadi ga berhasil tidur segera, asyik menanggapi pertanyaan dan pernyataanku 😀

“Bismillaah.” jawab beliau singkat.

“Oh, Bismillaah…,” ucapku dengan nada seperti membaca basmalah dalam pembukaan acara.

“Sudah, Bi. Uma sudah baca bismillaah, berarti sekarang Uma sudah jadi sholehah ya? Segampang itu ternyata,” jawab saya sambil nyengir iseng, berharap Abi tidak segera tidur supaya ada teman begadang mengerjakan skripsi, hehe.

*hening*

Sepertinya Abi sudah terlelap. Sejak bertanya tadi, aku memang tidak melihat wajah Abi. Posisi beliau memunggungiku yang sedang melemaskan otot di depan laptop hitam kecil. Abi memang kadang tidak tidur di kamar, supaya ga kebablasan katanya.

“Hmm..sudahlah..mungkin memang sudah saatnya aku belajar sendiri. Orang rumah sudah terlelap semua,” aku membatin.

Namun tiba-tiba Abi meneruskan pernyataannya,

“Bismillaah itu maknanya apa? Seorang muslim selalu melakukan sesuatu dengan bismillaah, dengan menyebut nama Alloh. Segala  yang dilakukan dilandasi niat karena Alloh,”  ternyata beliau belum tidur. Saya kembali memasang telinga baik-baik, tanpa  ada satupun dari kami yang mengubah posisi. Biasanya kalau sudah begini, jawabannya akan panjang.

“Sholeh itu artinya kan baik. Baik menurut Alloh, bukan menurut manusia atau lainnya. Sehingga anak sholehah itu ketika memilih tindakan itu menggunakan ukuran kebaikan dari Alloh,” sambung beliau.

***

Potongan percakapan di atas terjadi beberapa hari yang lalu antara saya dengan Abi. Malam itu saya kembali diingatkan untuk memaknai Bismillaah (dengan menyebut nama Alloh). Bismillaah yang tak sekadar diucapkan, tetapi juga menjadi ruh dalam setiap perbuatan. Pribadi yang belajar atas nama Alloh akan selalu berusaha mengamalkan ilmunya untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Fungsinya sebagai khalifah fil ardh terimplementasi melalui pemurnian akidah umat, ibadah yang sesuai tuntunan Rosululloh saw, akhlaqul karimah, serta mu’amalah duniawiyah yang baik.

Kalitengah, Gombong – 13 Juni 2017

Jangan Berharap Kebaikan dari Sesuatu yang Diawali dengan Kemaksiatan

Pandangan mata selalu menipu
Pandangan akal selalu tersalah
Pandangan nafsu selalu melulu
Pandangan hati itu yang hakiki
Kalau hati itu bersih

Pernah dengar istilah “indera keenam”? Biasanya indera keenam itu  dihubung-hubungkan dengan sesuatu berbau mistis. Tapi kalau menurut saya, indera keenam itu memang ada. Indera yang Alloh ciptakan untuk  manusia supaya mampu menangkap setiap stimulus yang hadir. Ada yang tau? Ya, indera keenam sebagai anugerah Alloh tersebut adalah hati. Tanpa hati, kelima indera kita akan mudah sekali tertipu. Karena sejatinya dunia ini dipenuhi hal-hal semu. Hati yang bersih adalah bekal senjata pertahanan diri supaya manusia tidak tertipu kesenangan duniawi.


Hati kalau terlalu bersih
Pandangannya kan menembus hijab
Hati jika sudah bersih
Firasatnya tepat kehendak Allah
Tapi hati bila dikotori
Bisikannya bukan lagi kebenaran

Hati yang bersih. Ya, hanya hati yang bersih yang mampu melakukan fungsinya. Sama seperti tubuh kita, hatipun bisa sakit. Alloh dalam firmanNya menjelaskan bahwa  ada manusia yang terdapat penyakit dalam hatinya dan karena penyakit itulah Alloh justru semakin menambah kesakitan mereka (QS. Al Baqoroh:10). Lalu ada apa dengan hati yang sakit? Coba kita bayangkan seorang pasien gagal ginjal  yang sudah harus cuci darah setiap minggu. Tubuh yang idealnya membantu dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari, ini justru membuat pemiliknya  semakin  tidak tenang, kesakitan terus bertambah setiap harinya. Banyak  pekerjaan tak lagi mampu diselesaikan dengan sempurna, bahkan pekerjaan yang sangat sederhana sekalipun.

Pun begitu dengan hati. Ia diciptakan untuk membantu manusia memilih kebenaran di tengah banyak pilihan kemaksiatan. Namun, jika hati telah sakit karena dikotori oleh berbagai kemaksiatan, fungsinya tak lagi sempurna. Manusia tak lagi peka dalam membedakan antara kebenaran dan kemaksiatan, kebaikan atau keburukan. Sehingga jangan pernah berharap untuk menuai kebaikan dari proses yang sejak awal sudah dipenuhi dengan kemaksiatan.


Hati tempat jatuhnya pandangan Allah
Jasad lahir tumpuan manusia
Utamakanlah pandangan Allah
Daripada pandangan manusia

Akhirnya, Alloh-lah muara segala amal kita. Buya Hamka mennyebutkan dalam bukunya yang berjudul “Lembaga Budi” bahwa ikhlas sejati adalah ketika kita melakukan segala sesuatu karena mengharapkan ridho Alloh semata. Bahkan menurut beliau, niat karena mengharap pahala atau karena takut neraka level ikhlasnya masih perlu ditingkatkan. Karena status hubungan manusia dengan Alloh bukan sekedar majikan dengan budaknya, dimana si budak melaksanan perintah karena mengharap imbalan ataupun takut disiksa majikannya.

Jika niat mengharap pahala dan takut neraka yang Alloh perbolehkan saja masih perlu ditingkatkan untuk mencapai status ikhlas sejati, lalu di tingkat dasar yang manakah niat karena mengharap pandangan manusia?

Purwokerto, 13 Mei 2017

(Mengingatkan diri sendiri sambil memutar lagu jaman SD yang sering diputar Abi untuk membangunkan anak-anaknya di pagi hari.)

Pasien adalah Guru Terbaik

Menjadi mahasiswa keperawatan yang seringkali harus memberi edukasi kepada pasien seolah kami adalah guru mereka. Padahal saya merasakan betapa banyak ilmu yang saya dapatkan dari banyak pasien yang saya jumpai. Tak hanya belajar bagaimana merawat pasien, tetapi juga berbagai pelajaran kehidupan. Teori-teori kehidupan yang dahulu terdengar sok bijak, kini semakin banyak yang kupercaya. Tak akan kusia-siakan ilmu yang telah mereka berikan. Jazakumulloh khoiron katsir.

Cinta Tertinggi

Hasil gambar untuk tertatih menggapai cahaya

Jika ada satu yang paling aku rindukan, Engkaulah jawabannya. Betapa berlikunya jalan kembali kepadaMu. Seringkali aku kehabisan energi untuk menaklukkan rintang menuju Engkau. Di setiap titik nadir yang kualami, satu kalimat yang menguatkanku: Laa haula wa laa kuwwata illaa billaah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Alloh.

Cinta adalah sesuatu yang selalu dirindukan meski tak kunjung mampu digapai. Harapan di atas semua harapanku adalah segera mampu menggapai cintaMu, ya Robb. Menggapai dengan setulus-tulusnya cinta. Cinta yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dalam perbuatan.

Purwokerto, 14 Desember 2016 (14:40)

Dakwah Profesi

Pagi ini saya kembali dibuat bersyukur menjadi bagian dari Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Sungguh di luar ekspektasi saya ketika awal kuliah. Meskipun ini adalah pertama kalinya saya memutuskan untuk mengenyam pendidikan di sekolah negeri, sekolah umum yang tidak berbasis Islam.  Tetapi ternyata Alloh memberi saya lingkungan yang cukup islami. Meski kami sekolah umum, saya melihat sosok-sosok islami di sini.

Hari ini seorang adik kelas memposting permohonan maaf atas penampilan dance mereka. Saya sendiri kurang paham alasannya. Entah karena tidak sesuai dengan kultur Indonesia, kurang sopan, atau apa. Tetapi yang membuat saya kagum adalah kepedulian dosen-dosen kami dalam membangun karakter kami. Beliau-beliau masih menyempatkan waktunya untuk sekedar menasihati kami dalam hal perilaku. Padahal dulu sebelum saya kuliah, orang-orang sering mengatakan bahwa mayoritas dosen hanya berorientasi akademik saat berhadapan dengan mahasiswanya.

Bukan hanya kali ini, saya pun merasakan sendiri betapa bahagia dan terharu ketika saya dipanggil dosen secara pribadi untuk ditegur dan dinasehati terkait attitude saya. Terimakasih telah menjadi sosok-sosok guru yang inspiratif bagi saya. Terimakasih telah memberi kami teladan tentang makna caring yang selama ini dianggap sebagai ciri khas perawat profesional. Saya semakin mengerti makna “dakwah profesi”.

Kalau kata mas Hafidh dalam tulisannya yang berjudul dakwah profesi:

“Dakwah profesi adalah dakwah yang berorientasi untuk menggunakan segenap sumber daya berpusat pada disiplin ilmu tertentu yang bertujuan untuk kemaslahatan ummat.”

Purwokerto, 27 November 2015

07.01 WIB

Metamorfosis Sebuah Hubungan

(gambar berasal dari sini)

Dek, jazakillah khoir telah menjadi adik perempuan sekaligus sahabatku sampai saat ini. Di usiaku yang ke-25 bulan, Alloh mengirimkanmu di tengah keluarga ini. Sejak itu aku memiliki teman bermain yang selalu ada pagi hingga malam. Entah sudah berapa episode klimaks dan antiklimaks kehidupan yang telah kita lalui bersama. Episode demi episode yang telah membuat kita sedekat ini. Kita menjadi sepasang “anak kembar” yang senantiasa saling mendukung, mengingatkan, dan belajar bersama untuk melalui setiap ujian di dunia ini. Meski kuakui tak jarang kita berselisih pendapat. Dulu mungkin kita akan bertengkar, saling melukai hingga menangis. Tetapi itu dulu, saat kita masih anak-anak. Kini, di tahap tumbuh kembang setelah remaja, kita semakin belajar dewasa. Aku merasa bahwa kita justru telah bermetamorfosis menjadi tim yang kompak. Pilihan Alloh yang membuat kita menjadi bagian dari dunia kesehatan semakin mengokohkan kerjasama di antara kita.

Dek, hari ini baru saja kuselesaikan film “Ayat-Ayat Cinta” untuk yang kesekian kalinya. Setiap kali sampai pada kisah poligami, aku selalu teringat tentang kita. Ya, aku tak bisa membayangkan rasanya poligami. Tetapi aku bisa membayangkan rasanya belajar ikhlas ketika harus berbagi cinta umi abi denganmu. Kita pernah saling cemburu, bukan hanya karena berebut umi abi, tapi juga yang lain. Hingga akhirnya kita mengerti bagaimana cara menjadi sahabat yang baik, bagaimana menjadi saudara yang saling mendukung.

Aku tak begitu memahami kapan kau merasa cemburu padaku, hanya mampu menebak. Karena cemburu adalah perasaan, sesuatu yang tidak nampak. Tapi jika aku boleh bercerita, momen cemburuku yang terakhir kuingat adalah ketika kau mulai memasuki dunia yang sama denganku. Kita sama-sama bukan gadis yang pernah bermimpi ada di dunia kesehatan, tetapi ternyata Alloh berkehendak lain. Meski sedikit berbeda, tetapi kita ada di dunia yang sama. Aku bisa menebak apa yang kau rasakan saat itu. Aku ingin menjadi bagian dari support system-mu. Namun ternyata rasa sayangku padamu tak mampu membendung air mataku melihat berpasang-pasang mata menatap kita silih berganti. Puluhan mata dan lisan yang berusaha membandingkan kita berdua. Ah, seandainya bukan kamu dan keluarga kecil kita yang ada di sisiku, mungkin aku tak akan setegar saat itu. Saat itu, hanya kau orang yang tau persis alasan perbedaan kita. Kita saling mendukung dan bicara lewat bahasa hati dimana hanya kita yang tau maknanya.

Kini, kita telah menjadi super-team yang akan terus berusaha menjalankan amanahNya. Sepasang sahabat yang tak henti untuk saling mengingatkan supaya tetap di jalanNya. Tak sekedar saudara dan sahabat, kini kita telah menjadi calon teman sejawat yang bercita-cita mewujudkan Indonesia Sehat.

Jazakillah khoiron katsir, sayang :* Selamat Hari Dokter Nasional!

Peluk sayang untuk adikku di sana ^_^

Purwokerto, 24 Oktober 2015

16.21 WIB

Istilah “Bermain sambil Belajar” Bukan Hanya Milik Anak Sekolah

Assalamu’alaikum…

            Hai, teman-teman. Sudah lama saya tidak menulis tentang serunya kuliah di keperawatan. Kali ini saya akan menceritakan salah satu blok paling kece di Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman.

            Jadi ceritanya dua hari yang lalu kami baru saja mengakhiri pembelajaran di Blok Mental Health Nursing. Itu lho, blok yang mempelajari kesehatan jiwa beserta gangguannya. Jumlah SKS nya lumayan besar, yaitu 9 SKS. Sehingga waktu pembelajarannya pun lumayan panjang, enam minggu teori di kampus dan satu minggu praktik di lapangan.

            Hari pertama adalah kontrak belajar. Kami shock bukan main ketika melihat jadwal kuliah yang terisi penuh dari pukul 07.10 sampai 20.30. Hah??? Ini mau kuliah sampai malam?? Jaga kampus seharian gitu?? Beruntung tidak ada yang sampai cardiac arrest :D. Tetapi setelah dibaca lebih lanjut, ternyata yang membuat penuh adalah dicantumkannya jadwal tugas mandiri. Isi tugas mandirinya seperti review materi, mengerjakan laporan, mencari buku, persiapan lecture, atau mencari bahan diskusi. Ooh…kalau itu mah dilakukannya bukan di kampus ( 😀 terlalu cepat mengambil kesimpulan sih). Jadi ternyata mulai sekarang kami pun akan dibantu menyusun jadwal belajar di rumah/kos oleh tim blok. Lumayan nih buat yang masih suka keteteran membagi waktu belajar J

            Hari-hari selanjutnya kami disuguhi banyak sekali metode bermain sambil belajar. Menyenangkan sekali. Selain lecture di kelas yang Alhamdulillah materi dan dosennya menarik untuk disimak, berikut metode pembelajaran super kece yang kami jalani. Cekidot!

  1. Piknik di bawah rindangnya dedaunan

Praktikum di blok ini banyak didominasi (eh, semuanya ding) oleh keterampilan komunikasi. Ada delapan kali praktik Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dan delapan kali Strategi Pelaksanaan (SP) Komunikasi individu. Setiap jadwal TAK dan SP mahasiswa akan berebut mengambil tikar di laboratorium jiwa dan membawanya ke lapangan di depan kampus. Kami mencari tempat yang sejuk di bawah pohon untuk menggelar tikar. Setelah itu kami akan menghubungi tutor masing-masing untuk memulai praktikum. Oiya kecuali saat lecture, kami belajar dengan kelompok kecil yang terdiri dari 10-11 mahasiswa. Jadi bisa dibayangkan betapa santainya belajar di bawah pohon rindang, duduk melingkar ditemani seorang dosen sebagai tutor, dipenuhi canda tawa, tetapi ilmu praktikumnya tetap dapat.

Selama praktikum TAK dan SP kami melakukan simulasi terapi untuk pasien gangguan jiwa. Ada yang berperan sebagai perawat dan yang lain sebagai pasien gangguan jiwa. Jadi jangan heran kalau mahasiswa keperawatan pun banyak yang jago akting, namanya juga tuntutan 😀

  1. Menguji kepekaan terhadap lingkungan

Di awal blok, kami diminta membuat narasi tentang pengalaman melihat, memerlakukan, atau bahkan hidup bertetangga dengan penderita gangguan jiwa, baik itu saat kami anak-anak maupun sekarang. Tugas ini berfungsi sebagai pemetaan tentang paradigma mahasiswa terhadap penderita gangguan jiwa. Dosen menegaskan bahwa tidak ada kisah yang salah karena selama enam minggu ke depan, kami akan belajar bersama untuk menghilangkan diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa. Kepekaan terhadap lingkungan sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas ini.

Menjelang akhir blok, kami diminta membaca kembali narasi kami dan mengevaluasinya. Setelah enam minggu belajar di blok mental, diharapkan kami telah mampu memilah mana sikap yang salah dan bagaimana seharusnya kami serta masyarakat bersikap terhadap penderita gangguan jiwa. Karena salah satu kendala mewujudkan perawatan gangguan jiwa berbasis komunitas adalah paradigma masyarakat yang masih menimbulkan diskriminasi terhadap penderita.

3. Diskusi Kasus

4. Games

5. Carrosel: “sudah bukan jamannya lagi ilmu hanya ditelan sendiri”

6. Poster: “oleh-oleh untuk adik tingkat”

7. Debat Ilmiah

8. Syuting Film

9.Surat cinta yang membuat kami sehat jiwa

Pernah dapat surat cinta? Bagaimana rasanya? Tenang, bagi yang sudah maupun belum, semua dari kami mendapat surat cinta di akhir blok ini. Surat cinta ini membantu kami memahami salah satu indikator sehat jiwa, yaitu tidak menyalahkan orang lain maupun diri sendiri. Kok bisa? 😀 bisa dong..

Jadi, saat itu masing-masing mahasiswa diberikan potongan kertas sesuai jumlah teman di kelompok diskusinya (9-10). Kami diminta menuliskan semua nama teman kelompok, satu kertas satu nama. Setelah itu kami diberi waktu untuk menuliskan 10 kelebihan/kebaikan dari setiap nama. Awalnya terdengar mudah. Satu dua nomor terisi dengan lancar. Tetapi setiap sampai pada nomor ke 6,7,8,dst ternyata kami  cukup kesulitan. Coba kami diminta menulis kekurangan, mungkin tak akan sesulit itu.

Nah, setelah semua selesai, surprise…. Ternyata kertas-kertas itu harus kami serahkan kepada nama yang tertera di kertas. Aaa…kelas langsung riuh seketika. Berbagai ekspresi ada, mulai dari senang, tidak percaya, menuduh temannya mengada-ngada, tertawa, atau mungkin ada juga yang terharu (kalau ini aku ga liat sih, tapi kayaknya ada deh 😀 sotoy).

Well, kadang manusia terlalu sibuk menyalahkan orang lain tanpa ingat bahwa ada banyak kebaikan yang yang dimiliki. Manusia juga kadang sibuk menyalahkan dirinya hingga merasa rendah diri dan tidak berguna. Padahal di sekitarnya masih ada orang-orang yang sadar ataupun tidak telah mendapatkan kebaikan darinya. Jadi, apa salahnya sesekali kita memberikan surat cinta dan mengucapkan terimakasih atas kehadiran teman-teman, keluarga, atau siapapun di sekitar kita? Surat cinta untuk mereka yang telah membuat hidup kita menjadi lebih berwarna. Surat cinta yang membuat kita belajar menghargai orang lain dan mungkin bisa membantu orang lain untuk menghargai  dirinya sendiri.

(Tidak seperti biasanya, terminasi blok kali ini menghabiskan waktu hampir empat jam. Waktu yang cukup lama.)

 …

 *tulisannya belum selesai, kisah kece nya masih banyak yang belum diceritakan. Nanti atau besok lagi deh diteruskan, insya Alloh. Sekarang mau pergi dulu, cari ilmu 😀

Tujuan yang Hilang Perlahan, Tanpa Disadari

Yakin deh, Alloh selalu punya skenario terindahNya untuk kita. Sekarang tinggal bagaimana menajamkan panca indera dan jiwa kita untuk memaknai setiap skenario yang dihadirkan Alloh. Semakin dekat denganNya, insya Alloh manusia semakin peka. Kegelisahan hidup yang muncul akan terasa ringan ketika kita kembali disadarkan tentang hakekat hidup. Menyelesaikan studi, menikah, bekerja, atau menjalankan status sosial lainnya terkadang memang menjadi stresor yang menyita perhatian. Tetapi sejatinya bukan itu tujuan hidup. Cukuplah mereka sebagai media kita mencapai tujuan hidup yang sebenarnya.

Lalu, apa sebenarnya tujuan hidup kita? Aku sendiri masih sering gelisah memikirkannya. Iya, seperti sore ini. Di tepi pematang sawah, di tengah hiruk pikuk keramaian Purwokerto, kami melepas penat dari rutinitas. Tiba-tiba kami jadi menggelisahkan rutinitas selama ini. Untuk apa sebenarnya kami hidup? Rencana-rencana besok, lusa, minggu depan, bulan depan, dan seterusnya, sudahkah semua hanya kami lakukan untukNya? Perencanaan matang tentang jenjang studi, apakah itu untuk meraih ridhoNya? Harapan tentang pendamping hidup yang disusun begitu rapi, sungguhkah itu sudah karena niat beribadah padaNya? Bahkan kesibukan di organisasi-organisasi dakwah, benarkah semangatnya berasal dari ayat-ayatNya? Semoga.

*kembali memaknai kalimat Bismillahirrohmaanirrohiim

Purwokerto, 2 April 2015

21.56 WIB